PADANG – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Operasi dan Pemeliharaan (OP) Sumber Daya Air (SDA) Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWS SV), Ramadhatul Hidayat dan Syatriawan, memilih bungkam ketika dikonfirmasi terkait realisasi kegiatan yang menggunakan dana negara.
Sikap diam ini semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran negara.
Meskipun sesuai dengan kode etik jurnalistik dan prinsip keterbukaan informasi publik, wartawan telah mengenalkan diri serta mengirimkan bukti identitas kepada pihak PPK OP SDA BWS SV. Wartawan juga telah menyampaikan permintaan wawancara mengenai realisasi kegiatan tahun anggaran 2024.
Namun hingga berita ini dimuat, pihak PPK OP SDA BWS SV masih enggan memberikan tanggapan, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui pesan singkat whatsapp. Sikap diam ini menjadi indikasi kuat adanya hal yang sengaja disembunyikan dari publik.
Tahun anggaran 2024 lalu, BWS Sumatera V melalui Satuan Kerja (Satker) OP SDA memiliki ratusan kegiatan yang keseluruhannya dikerjakan secara swakelola. Tahun 2024, Satker OP SDA BWS SV mengelola anggaran mencapai Rp 87.177.822.000,00.
Dengan anggaran sebesar itu, transparansi dan akuntabilitas menjadi kewajiban yang tidak dapat diabaikan. Namun, sikap tertutup yang ditunjukkan pejabat terkait justru menimbulkan kecurigaan akan adanya dugaan penyalahgunaan anggaran atau bahkan praktek korupsi yang terstruktur.
Ketua Umum BPI KPNPA RI, Tubagus Rahmat Sukendar menegaskan sikap tertutup dari pejabat yang mengelola dana publik telah mencederai prinsip keterbukaan informasi yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Ketika pejabat publik enggan memberikan informasi terkait penggunaan anggaran negara, patut diduga ada sesuatu yang disembunyikan. Ini bisa menjadi indikasi penyalahgunaan wewenang atau bahkan korupsi,” ujar Tubagus Rahmad Sukendar.
Lebih lanjut, Tubagus Rahmat Sukendar menekankan bahwa lembaga penegak hukum harus segera turun tangan untuk menyelidiki kemungkinan adanya penyimpangan.
“Kami mendorong aparat hukum, termasuk KPK dan Kejaksaan, untuk menelusuri realisasi penggunaan anggaran agar tidak terjadi kebocoran yang merugikan negara dan masyarakat. Jika ada penyalahgunaan dana, maka pelakunya harus segera ditindak tegas,” tambahnya.
Sejumlah pihak menilai, keterbukaan informasi dalam pengelolaan anggaran publik adalah hak masyarakat yang tidak boleh dihalangi oleh pejabat negara.
Jika pejabat terkait terus menghindari keterbukaan, maka semakin kuat dugaan bahwa ada praktek kecurangan yang berusaha ditutup-tutupi.
Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana negara digunakan, terutama dalam proyek-proyek strategis yang seharusnya berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Keengganan untuk memberikan informasi publik bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang bersih dan transparan.
Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang, agar tidak menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan yang seharusnya menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.
Publik akan terus menantikan tindakan tegas dari aparat hukum untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan sesuai dengan peruntukannya tanpa celah untuk dikorupsi.(JJ)