Mantan pejabat Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yakni Leonardi diduga berperan meneken kontrak dengan perusahaan tanpa proses yang sah.
Leonardi adalah eks Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan (Baranahan Kemenhan).
Purnawirawan TNI berpangkat terakhir Laksamana Muda itu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara koneksitas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2016 karena menandatangani kontrak dengan Navayo International AG.
Padahal, penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ke-3 tidak melalui proses pengadaan barang dan jasa yang sah.
“Leonardi selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),” ujar Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung, Brigjen Andi Suci dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus, Kejagung, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Kemenhan Andi menjelaskan, Leonardi menandatangani kontrak dengan Gabor Kuti selaku CEO Navayo International AG (Perusahaan Hungaria) pada tanggal 1 Juli 2016 tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment) senilai 34.194.300 dollar AS dan berubah menjadi 29.900.000 dollar AS.
Padahal, Navayo International AG merupakan rekomendasi dari Anthony Thomas Van Der Hayden.
Saat penandatanganan kontrak itu, Anthony diketahui menjabat sebagai Tenaga Ahli Satelit Kementerian Pertahanan.
Dengan adanya penandatanganan kontrak, Navayo Internasional AG pun menjadi kontraktor atau pihak pelaksana dalam pengadaan user terminal untuk satelit Kementerian Pertahanan.
Setelah penandatanganan kontrak, Navayo International AG mengakui telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kemenhan.
Atas pengakuan ini, Letkol Tek Jon Kennedy Ginting dan Kolonel Chb Masri atas persetujuan Mayor Jenderal TNI (Purn) Bambang Hartawan dan Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi telah menandatangani empat Surat Certificate of Performance (CoP) atau Sertifikat Kinerja terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo.
Namun, CoP ini justru disiapkan oleh Anthony Thomas Van Der Hayden. Sebelum CoP ditandatangani, tidak ada pihak yang mengecek ada tidaknya barang yang dikirim oleh Navayo.
Setelah CoP diterbitkan, Pihak Navayo pun mengirimkan empat invoice kepada Kemenhan untuk menagih pembayaran atas pekerjaan yang disebutkan dalam kontrak.
Namun, sampai dengan tahun 2019 Kemenhan tidak tersedia anggaran pengadaan satelit.
Kemudian, pada awal tahun 2025, Indonesia dijatuhi hukuman oleh Arbitrase Singapura dan harus membayar 20.862.822 dollar AS kepada Navayo. “Kementerian Pertahanan RI harus membayar sejumlah 20.862.822 dollar AS berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani Certificate of Performance (CoP),” jelas Harli.
Sementara, menurut perhitungan BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak 21.384.851,89 dollar AS.
Jampidmil Kejaksaan Agung juga telah meminta sejumlah ahli satelit Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap hasil kerja Navayo.
Para ahli memeriksa sebanyak 550 buah handphone yang menjadi sampling barang dari Navayo.
Berdasarkan pemeriksaan, handphone yang diproduksi bukan merupakan handphone satelit dan tidak terdapat Secure Chip sebagaimana spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak.
Para ahli juga memeriksa master program yang dibuat Navayo. Program ini tertuang dalam 12 buku Milstone 3 Submission.
Setelah dipelajari, master program dari Navayo Terhadap master program yang dibuat Navayo tidak dapat membangun sebuah program user Terminal. Atas dasar-dasar ini, Leonardi, Thomas Van Der Hayden, dan Gabor Kuti ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini juga untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah 20.862.822 dollar AS berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris terhadap Putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura.
****
Komentar