oleh

Menanti Gebrakan Kejari Tomohon Sebagai Benteng Penjaga Uang Rakyat

Pengembangan area wisata memberikan banyak manfaat, baik bagi masyarakat lokal maupun perekonomian daerah.

Manfaat utamanya meliputi peningkatan pendapatan, peningkatan lapangan kerja, dan pelestarian budaya serta lingkungan.

Selain itu, pembangunan objek wisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan citra positif daerah.

Kendati demikian, pembangunan beranggaran besar akan rentan dikorupsi apabila tidak disertai pengawasan yang ketat.

Hal ini, berlaku juga dalam pekerjaan infrastruktur kepariwisataan.

Bahkan dari sejumlah kasus, potensi penyimpangan anggaran pada pembangunan sarana publik ini menjadi lebih besar karena sektor tersebut cukup spesifik.

Modus korupsi yang paling umum adalah, penggelapan anggaran, mark up atau penggelembungan harga, penyunatan dana, suap, pengerjaan yang tidak sesuai RAB/Spesifikasi teknis ataupun adanya proyek fiktif.

Kasus-kasus itu sudah seringkali terjadi diberbagai tingkat pemerintahan, mulai dari kabupaten, kota, provinsi, hingga nasional.

Menyikapi konteks ini, pemerintahan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka bertekad untuk membasmi
para koruptor.

Penekanan tersebut tertuang dalam program Asta Cita, yakni pencegahan dan penindakan sebagai dukungan kuat guna memberantas korupsi di negeri ini.

Perintah Presiden Prabowo kepada seluruh penegak hukum adalah, untuk tidak ragu dalam memberantas tindak pidana korupsi, judi, narkoba, maupun penyelundupan.

Di Kota Tomohon misalnya, dari data yang berhasil dirangkum, ada penggunaan anggaran pada sejumlah proyek Pembangunan Objek Wisata di Dinas Pariwisata Tahun Anggaran 2022 dan bersumber dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yakni:

Pembangunan Objek Wisata Air Terjun Batu Lapis Tambulinas Rp. 2.134.000.000.

Pembangunan Objek Wisata Air Panas Belerang Rp. 5.890.000.000.

Pembangunan Objek Wisata Air Terjun Tekaan Telu Rp. 5.097.000.000.

Disinyalir, tiga item pekerjaan tersebut tidak mengacu pada peraturan dan syarat-syarat pelaksanaan suatu proyek (Bestek).

Hal ini berdasarkan sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia yang diantaranya, terdapat kekurangan volume.

Kepala Dinas Pariwisata, Judhistira A.K Siwu, Selasa (06/05/2025) mengungkapkan, proyek itu telah ditangani Inspektorat Kota Tomohon.

“Setahu saya sudah dengan Inspektorat. Saya tidak mengikuti, mungkin bisa minta info ke PPKom,” ujar Kadis.

Sementara sumber lain menyebutkan, jika kasus ini tengah berproses di Kejaksaan Negeri Tomohon.

Namun saat dikonfirmasi, Kajari, Alfonsius Gebhard Loe Mau, belum memberikan keterangan hingga berita ini ditayangkan.

Beberapa waktu lalu, Pemkot Tomohon bersama Kejari melaksanakan kerjasama (MoU) penanganan perdata dan tata usaha negara.

Sehubungan dengan kian meningkatnya sinergitas antara eksekutif dan yudikatif di kota pendidikan ini, suarakejaksaan.com berupaya memperoleh tanggapan terkait komitmen pencegahan hingga pemberantasan korupsi.

Lagi-lagi, Kepala Kejaksaaan Negeri Tomohon seolah enggan berkomentar sewaktu dihubungi via WhatsApp pada Selasa, 6 Mei 2025.

Pengamat hukum dan politik RR. Dewinta Pringgodani SH,MH menyatakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia adalah benteng penjaga uang rakyat.

“Saya tegaskan bahwa posisi Jampidsus adalah benteng terakhir penjaga uang rakyat. Jika bentengnya tidak kuat maka jebolah uang rakyat itu,” tegas Dewi.

Pernyataan ini menyimpulkan bahwa, institusi Adiyaksa (Kejaksaan) semestinya menjadi ujung tombak bahkan penjaga anggaran negara yang notabene sebagian besar dari pajak yang dibayarkan rakyat agar tidak dikorupsi oleh para koruptor.

Pewarta: Handry Tuuk

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *