Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan dari uji materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi (UU Ekstradisi) pada Kamis (26/6/2025).
Sidang keenam dari Perkara Nomor 180/PUU-XXII/2024 ini beragendakan penegasan Kejaksaan Agung Republik Indonesia selaku Pihak Terkait.
“Agenda persidangan pada hari ini adalah penegasan kedudukan Kejaksaan Agung berkaitan dnegan permohonan menjadi Pihak Terkait pada persidangan sebelumnya, termasuk ketika menambah dengan surat atau koresponden yang datang kemudian. Berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim, karena yang dikehendaki Mahkamah adalah jaksa agung atau Kejagung harus mengundurkan diri terlebih dahulu dalam perkara ini menjadi kuasa hukum dari pihak pemerintah atau presiden, baru kemudian akan dipertimbangkan posisinya sebagai Pihak Terkait, namun hingga waktu yang telah ditentukan, Mahkamah tidak mendapatkan surat dimaksud. Oleh karena itu, Majelis Hakim menetapkan bahwa permohonan Jaksa Agung sebagai Pihak Terkait tidak dapat diterima,” jelas Ketua MK Suhartoyo yang memimpin jalannnya Sidang Pleno MK.
Oleh karena itu, Mahkamah menegaskan bahwa para pihak dalam perkara ini dapat menyerahkan kesimpulan hingga tujuh hari sejak persidangan hari ini yakni Senin, 7 juli 2025.
Disebutkan bahwa mulai dari Pemohon, Pemerintah, DPR, hingga Pihak Terkait, baik Persaja maupun KPK, termasuk Kepolisian Negara, juga dapat mengajukan kesimpulan melalui kepaniteraan MK hingga batas waktu yang terlah ditentukan tersebut.
Adapun para Pemohon dalam perkara ini yang terdiri atas jaksa aktif, di antaranya Olivia Sembiring (Pemohon I), Ariawan Agustiartono (Pemohon II), Rudi Pradisetia Sudiradja (Pemohon III), Muh. Ibnu Fajar Rahim (Pemohon IV), dan Yan Aswarih (Pemohon V). Para Pemohon ini mengujikan Pasal 21, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23, Pasal 24, Pasal 33 ayat (2), Pasal 35 ayat (2) huruf b, Pasal 36 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 40 ayat (1), Pasal 44, Penjelasan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi (UU Ekstradisi) dan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Pidana (UU Bantuan Pidana).
Source: HUMAS MKRI