oleh

Kepala Dinas Perizinan Buleleng Diduga Peras Pengembang Rumah Subsidi

Kasus dugaan pemerasan yang menyeret nama Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng non aktif, I Made Kuta, mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. Sidang perdana digelar pada Selasa (1/7/2025).

Pria berusia 54 tahun ini didakwa melakukan pemerasan terhadap sejumlah pengembang perumahan bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat rendah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah Astawa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyebut, total keuntungan yang diraup Kuta dari praktik haram ini mencapai Rp 3,1 miliar.

Dalam sidang perdana, JPU menjerat terdakwa dengan dua pasal sekaligus, yakni pasal 12 huruf e juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau pasal 12 huruf g UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Kuta, JPU juga mendakwa Ngakan Anom Diana Kesuma Negara, pejabat teknis di Dinas PUTR Buleleng, yang termasuk menerima keuntungan hingga Rp 568,7 juta.

“Terdakwa menyalahgunakan kewenangannya dengan meminta sejumlah uang kepada pengusaha atau badan usaha yang mengajukan izin, padahal seharusnya izin tersebut tidak dikenakan biaya,” ujar JPU Astawa.

Izin yang dimaksud meliputi Izin Prinsip, PKKPR/KKPR, IMB, hingga Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

JPU juga menyebut beberapa pengembang rumah bersubsidi yang menjadi korban aksi pemerasan yang dilakukan oleh Made Kuta.

Mereka adalah Ketut Artana dari CV. Panji Harmoni dengan kerugian Rp 95 juta, I Gede Ngurah Adi Mahayasa dari PT. Tri Amertha Sejahtera dengan kerugian Rp 253 juta, Gusti Nyoman Punarbawa dari CV. Catur Putra Danadengan kerugian Rp 110 juta, Gede Bayu Ardana dari PT. Grahadi Jaya dengan kerugian Rp 250 juta, dan Kadek Budiasa dari PT. Pacung Permai dengan kerugian Rp 490 juta

Modus yang digunakan Kuta cukup sistematis. Saat pengembang mengajukan izin, ia atau perantaranya meminta “biaya pengurusan” yang besarnya bervariasi.

Jika uang belum dibayar, maka izin tak akan diproses. Salah satu pengusaha bahkan mengaku terpaksa menyetor Rp 85 juta, karena khawatir terkena aturan baru jika izin tak segera keluar.

Adapun uang hasil pemerasan diterima baik secara tunai maupun transfer melalui rekening sejumlah orang terdekat. Antara lain lewat Joni Sukriantana senilai Rp 205,7 juta, Ni Nyoman Desi Anggayani senilai Rp 864 juta, Wayan Pudja Astawa senilai Rp 457 juta, dan tunai langsung senilai Rp 1,3 miliar

Kuta ternyata sudah melakukan aksi pemerasan sejak menjabat sebagai Sekretaris DPMPTSP Buleleng pada tahun 2019, hingga ia duduk sebagai kepala dinas.

Tak hanya pengembang rumah subsidi, pelaku juga memungut uang dari masyarakat yang mengurus izin pembangunan ruko dan rumah komersial.

****