Jakarta.suarakejaksaan-Kejaksaan Agung ( Kejagung ) menetapkan tujuh tersangka serta dilakukan penahanan, karena berusaha menghalangi proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pembiayaan ekspor nasional ke beberapa pihak melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Tujuh tersangka itu semula merupakan saksi, namun mereka mangkir dua kali berturut-turut. Menurut Kejagung, alasan dari para tersangka tak bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Dia mengatakan bahwa para tersangka menolak untuk memberikan keterangan kepada penyidik yang menangani kasus pembiayaan ekspor tersebut.
Adapun para tersangka ialah IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi LPEI 2016-2018; NH selaku mantan KepalaDepartemen Analisa Risiko Bisnis |ILPEI 2017-2018; EM selaku mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar LPEI 2019-2020.
Berikutnya CRGS selaku mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis LPEI Kanwil Surakarta 2015- 2020; AA selaku Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta 2016-2018; ML, selaku mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI; dan RAR selaku Manager Risiko PT BUS Indonesia, kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (2/11).
Leonard menjelaskan bahwa ketidakhadiran tujuh orang tersebut menyulitkan penanganan dan penyelesaian perkara korupsi yang ditangani oleh Satgas Khusus pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus
(Jampidsus) Kejagung. “Sehingga menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan,”
ujarnya.
Para tersangka langsung ditahan oleh penyidik selama 20 hari kedepan di Rutan Kelas 1 Cipinang. Mereka dijerat dengan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Demi kepentingan penyidikan, seluruh tersangka ditahan selama 20 hari sampai 21 November 2021 di
Rutan Kelas 1 Cipinang.
Namun demikian, penyidik Jampidsus belum menetapkan tersangka dalam perkara pokok dugaan korupsi di perusahaan pelat merah tersebut. Mereka menjadi tersangka karena merintangi penyidikan, bukan tersangka dalam perkara pokok korupsi.
Sebelumnya, Kejagung mengendus LPEI diduga memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga membuat peningkatan kredit macet (non performing loan/NPL) pada 2019
sebesar 23,39 persen. Dalam hal ini, sejumlah perusahaan yang diberikan fasilitas pembiayaan ialah: Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utara, Group Arkha. Kemudian, PT Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima, serta PT
Kemilau Kemas Timur.
“Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan
sebesar Rp4,7 triliun dimana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN),” ucap Leonard.
Sementara, dugaan awal, lembaga keuangan milik negara itu merugi hingga Rp4,7 triliun pada periode 2019. “Ketujuh tersangka telah beberapa kali menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan perundang-undangan,”.(eb)