SuaraKejaksaan.Com – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana mendorong pendekatan restorative justice kepada penyalahguna narkoba dibandingkan pemenjaraan. Menurut dia, penyalahguna narkoba lebih tepat untuk direhabilitasi dibandingkan dipenjara.
“Kejaksaan mengeluarkan restorative justice terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika merupakan bentuk reorientasi dalam kebijakan penanganan kasus tersebut,” kata Fadil dalam keterangannya, Selasa (26/4).
Hal tersebut di atas disampaikan oleh Fadil saat memberikan arahan tentang Balai Rehabilitasi Perkara Narkotika kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, Asisten Intelijen, Asisten Tindak Pidana Umum, Para Kepala Seksi, Jaksa Fungsional pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum, Para Kepala Kejaksaan Negeri, Para Kasi Tindak Pidana Umum, dan Jaksa Fungsional pada Seksi Tindak Pidana Umum serta Kasi Barang Bukti.
“Kejaksaan akan mendorong optimalisasi proses rehabilitasi dibanding proses pemenjaraan terhadap pelaku,” sambung dia.
Hal tersebut bukan tanpa dasar. Fadil mengungkap, restorative justice diterapkan berdasarkan berdasarkan pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi.
Fadil menyebut, saat ini tahanan terkait kasus narkotika mencapai 131.421 orang. Jumlah ini jadi penyumbang tahanan terbesar di Indonesia dari total 272.332 orang.
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan konsep pemidanaan yang diterapkan selama ini berjalan sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 yang penyelesaiannya cenderung banyak dilimpahkan ke proses pengadilan.
“Masih banyak hambatan untuk melakukan proses rehabilitasi para pecandu dan pengguna narkotika dikarenakan masih banyak oknum penegak hukum yang bermain dalam penanganan kasus penyalahgunaan kasus narkotika tersebut,” ucap Fadil.
Kurangnya integritas dan profesionalisme para penegak hukum menegaskan istilah hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas dan merupakan sindiran nyata bagi keadilan di negeri ini,” sambung dia.
Fadil mengungkap, sistem peradilan saat ini menganut pola pikir lama yaitu semangat untuk memenjarakan para pelaku yang sebenarnya belum patut untuk menerima hukuman tersebut.
Pelaku penyalahgunaan narkotika, kata dia, adalah salah satu contoh kesalahan penanganan perkaranya di mana seharusnya pelaku tersebut dapat diproses rehabilitasi, bukan melalui penjara.
Melihat kondisi penanganan kasus tersebut, kata Fadil, pembentukan balai rehabilitasi merupakan tindakan nyata sebagai sarana menampung para pecandu narkotika di seluruh Indonesia dan dapat menjadi solusi dari persoalan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia yang cenderung overload. ( Red )