Tiga Camat di Kota Semarang diperiksa sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi dengan terdakwa mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rayahu alias Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri. Sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (28/5/2025).
Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan menghadirkan tiga saksi. Masing-masing Eko Yuniarto selaku Camat Pedurungan, Suroto selaku Camat Genuk, dan Ronny Cahyo Nugroho selaku Camat Semarang Selatan.
Ketiga saksi dimintai keterangan di bawah sumpah. Semula mereka akan diperiksa secara bersama-sama, tetapi akhirnya diperiksa secara bergantian atas permintaan penasihat hukum terdakwa.
Saksi yang pertama diperiksa adalah Eko Yuniarto. Ia selain camat merupakan Koordinator Paguyuban Camat se-Kota Semarang.
“Waktu itu saya sebagai Ketua Paguyuban atau Koordinator Camat se-Kota Semarang,” ucap Eko di hadapan majelis hakim.
Dia bercerita, paguyuban camat rutin menggelar pertemuan, tujuannya untuk mengkoordinasikan bila ada masukan dari camat kepada Wali Kota Semarang.
Dalam sidang, Eko Yuniarto bercerita pernah diperkenalkan dengan Alwin Basri yang merupakan suami Wali Kota Mbak Ita yang juga menjabat Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah.
Katanya, Alwin meminta jatah proyek pengadaan langsung di tingkat kecamatan. Saat itu Eko Yuniarto menganggap apa yang disampaikan Alwin merupakan representasi pernyataan Mbak Ita.
“Menurut kami, apa yang disampaikan Pak Alwin itu representasi Bu Ita,” tuturnya.
Sebelumnya, Mbak Ita dan Alwin Basri didakwa melakukan korupsi dengan cara menerima suap dan gratifikasi yang totalnya sekitar Rp9 miliar. Mereka didakwa dalam tiga dakwaan berbeda.
Pada dakwaan pertama, keduanya disebut sengaja mengondisikan dan menerima fee atas proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun anggaran 2023.
Mereka menerima suap dari Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Kota Semarang, Martono dan dari Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.
Pada dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin didakwa memotong pembayaran pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan di Badan Pendapatan (Bapenda) Kota Semarang.
Adapun pada dakwaan ketiga, Mbak Ita dan Alwin menerima gratifikasi atas proyek pekerjaan di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.
Kedua terdakwa dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
****