oleh

Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 319 Miliar, Hari Ini 3 Terdakwa Jalani Sidang Tuntutan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menggelar sidang tuntutan perkara korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 pada Jumat (16/5/2025).

Tiga terdakwa yang bakal menjalani sidang tuntutan yakni:

Mantan pejabat Kementerian Kesehatan Budi Sylvana

Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo

Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.

Ketiganya dalam perkara tersebut didakwa merugikan negara Rp 319 miliar.

“Karena telah selesainya pembuktian dakwaan dari Tim Jaksa dengan menghadirkan berbagai alat bukti selama persidangan dengan Terdakwa Budi Sylvana dkk, hari ini Tim Jaksa akan membacakan surat tuntutan,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto kepada wartawan.

“Berdasarkan seluruh fakta hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam pengadaan APD Covid di Kemenkes RI sebesar Rp319 Miliar,” jelasnya.

Diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan pejabat Kementerian Kesehatan Budi Sylvana merugikan negara sebesar Rp 319,6 miliar terkait korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19.

Selain mantan pejabat Kemenkes, jaksa juga mendakwa dua pihak swasta terkait perkara tersebut yakni Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.

Jaksa menilai kerugian negara yang diakibatkan dari proyek tersebut berdasarkan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319.691.374.183,06,” ucap Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Dalam dakwaannya, jaksa KPK menyatakan, pengadaan APD itu dilakukan ketiga terdakwa bersama-sama dengan Komisaris Utama PT PPM Siti Fatimah Az-Zahra, legal PT EKI Isda Yusuf dan Sekertaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Harmenysah pada tahun 2019 hingga Mei 2020.

Saat peristiwa itu, Budi diketahui bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Harmensyah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

“Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, yaitu melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170 ribu seluruhnya tanpa menggunakan surat pesanan,” kata jaksa.

Dalam dakwaannya, ketiga terdakwa menurut Jaksa juga melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5 juta set

Selain itu mereka juga menerima pinjaman uang dari BNPB sebesar Rp 10 miliar untuk pembayaran 170 ribu set APD kepada PT PPM dan PT EKI dengan tanpa adanya surat pesanan dan dokumen pembayaran.

Tak hanya itu, tiga terdakwa juga telah melakukan pembayaran untuk 1,1 juta set APD merek BOHO sebesar Rp 711,2 miliar untuk PT PPM dan PT EKI.

Padahal PT EKI tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia barang dan jasa sejenis di instansi pemerintah, dan tidak punya izin penyalur alat kesehatan (IPAK).

Bahkan kedua perusahaan itu pun tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK.

Atas dasar itu, Jaksa menilai mereka telah melanggar prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat.

“Padahal PT Eki tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia barang jasa sejenis di instansi pemerintah serta tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK), serta PT EKI dan PT PPM tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang jasa pemerintah dalam keadaan darurat yaitu efektif, transparan, dan akuntabel,” ujar jaksa.

****